Sunday, January 8, 2017

Sejarah terbentuknya Mamanda



MAMANDA
( Seni Teater Tradisional Kalimantan Selatan )
A.       Sejarah terbentuknya Mamanda
                        Mamanda adalah kesenian tradisional Kalimantan Selatan yang berbetuk drama atau teater  dengan ciri khasnya yaitu bernyanyi sambil menari yang dilakukan oleh pemeran baladon dan pemeran raja. Teater tradisional Kalimantan Selatan ini tercatat dalam sejarahnya lahir pada abad ke 19 yang terinspirasi dari rombongan kesenian Abdoel Moeloek dari Malaka  ( yang dikenal komedi Indra Bangsawan ) pimpinan Encik Iberahim bin Wangsa dan istrinya Encik Hawa yang datang di Banjarmasin selama kurang lebih sepuluh bulan. Dalam tempo yang singkat, tehnik tonil dari Abdoel Moeloek ini sangat cepat mempengaruhi kesenian di Kalimantan Selatan dalam bidang suara dan tari.
                        Adalah Anggah Putih dan Anggah Datu Hirang pada akhir abad ke 19 telah mempelopori cikal bakal Mamanda yang pada waktu itu diberi nama Ba Abdul Muluk atau Badamuluk ( seni teater baru ). Kesenian ini dipengaruhi oleh komedi Indra Bangsawan. Nama kesenian ini berasal dari sebual judul cerita yang dipergelarkan berdasarkan teknik tonil  yaitu cerita Abdoel Moeloek karangan Saleha saudara dari sepupu Raja Ali Haji. Syair ini sangat popular di kalangan masyarakat Margasari ( tapin ) jauh sebelum tahun 1900 san, karena buku syair itu bertuliskan Arab Melayu Johor dan digunakan masyarakat untuk bersyair.
                        Selain cerita Abdoel Moeloek sering pula dipergelarkan cerita dari syair-syair yang lainnya, misalnya: Siti Jubaedah atau Hikayat-hikayat lama seperti Si miskin atau Marakarma, Hikayat Cindera Hasan ( abu Hasan ), dan Hikayat-hikayat seribu satu malam ( 1001 malam ).
                        Cikal bakal kesenian mamanda ( Ba Abdul Muluk ) ini oleh Datu Irang dan Anggah Putuh berkembang dari kampung Pasar Margasari ( sekarang pasar lama, kabupaten Tapin ) ke Pariok ( Margasari hilir ),Pabaungan Marampiau, dan bahkan sampai ke seluruh Hulu Sungai, dikarenakan kebanyakan orang-orang Pariok ini suka merantau untuk berdagang, maka melaui orang-orang inilah  kesenian ini tersebar ke luar daerah. Akibatnya Ba Abdul Muluk ini populer dengan sebutan MAMANDA PARIOK.
                        Bagaimana proses nama kata Mamanda menjadi sebuah nama kesenian yang sebelumnya bernama Ba Abdul Muluk? Ditinjau dari segi etimologis kata Mamanda berasal dari kata MAMA di tambah NDA, MAMA berarti Paman ( dalam buku-buku lama seperti dalam Tutur Candi  atau dalam buku Hikayat Banjar ) pada saat berbicara dengan kata dasar mama. Jadi Mamanda adalah sebutan atau panggilan waktu Sultan berbicara dengan Mama Mangku Bumi ( Staf kerajaan )  atau Mama Wajir ( penasehat raja ), misalkan perkataan seorang raja kepada Mangku Bumi atau Wajir seperti berikut: “  Benar atau sebagaimana Mamanda Mangku Bumi dan Mamanda Wajir “?. Mungkin karena seorang raja atau sultan ( tokoh sentral dalam teater mamanda ) menjadi tiruan oleh para penonton, maka kata Mamanda itu  selalu menjadi tiruan para penonton. Sehingga kata-kata mamanda diberikan sebagai simbul atau lambing terhadap kesenian yang pada awal perkembangan kesenian ini bernama Abdul Muluk atau Ba Abdul Muluk.
                        Kemudian kesenian Mamanda ini dalam perkembangannya tidak hanya dipergelarkan di Margasari saja, tetapi tersebar ke daerah seluruh Hulu Sungai       ( daerah di bagian timur laut Kalimantan Selatan ) dan Banjarmasin.
                        Pada tahun 1937, di kampung Tubau ( kabupaten Hulu Sungai Tengah ) telah muncul kesenian Mamanda yang sedikit berbeda dengan Mamanda asalnya ( Mamanda Pariok ), yaitu  pertama: tidak lagi mengangkat cerita-cerita dalam syair atau hikayat, dalam lakon ceritanya mereka mengarang sendiri sesuai dengan kehidupan di masa itu, seperti cerita percintaan yang terjadi di istana, cerita pemberontakan dan lain-lain. ,  kedua : tidak lagi mengutamakan tarian atau nyanyian dalam Baladon, yaitu diganti dengan sambutan oleh pimpinan rombongan atau diganti dengan cara lain yaitu dengan menggunakan tukang kisah. Aliran ini kemudian terkenal dengan Mamanda Tubau.( yang pertunjukannya kebanyakan di darat. Sedang Mamanda pariuk ( Margasari ) pertunjukannya kebanyakan di daerah perairan atau sungai sehingga disebut Mamanda Batang Banyu.
                        Pada tahun 1935, dengan dipelopori oleh generasi Mukeri dan kawan-kawan di kampung Bakuliling Pabaungan Margasari ( kabupaten Tapin ) memasukkan syair ke dalam lagu Mamanda. Syair ini dibawa oleh seorang ulama  Alabio yang telah belajar di Makkah yang kembali pada tahu 1930 beliau banyak menghafal pepatah serta syair Arab dari pujangga Timur Tengah, syair-syair Arab  itulah yang mempengaruhi lagu-lagu Mamanda yang telah berkembang dari pelosok perairan Kali  Negara ( Kabupaten Hulu Sungai Selatan ) sampai ke Pebaungan Margasari ( kabupaten Tapin ). Dan beberapa tahun kemudian lagu ini meluas sampai ke Candi Laras, bahkan sampai ke seluruh Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, sehingga dari sejarah lahirnya Mamanda mulai dari lahirnya kesenian teater tradisional Mamanda, perkembangan, dan landasan teknis pergelaran yang berlaku, bisa kita simpulkan bahwa MAMANDA lahir dan tumbuh dari Kalimantan Selatan.

1 comment: